Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah bergeliatnya industri kripto pada saat ini, beberapa negara menjadi penentang keras terhadap keberlangsungan industri kripto.
Negara tersebut yakni China dan India. Meskipun kedua negara di Asia tersebut bersama-sama mendeklarasikan untuk melarang industri kripto, tetapi India dan China tentunya memiliki cara yang berbeda dalam menindak segala bentuk aktivitas terkait kripto.
Di India baru-baru ini, pemerintah setempat pada Selasa (23/11/2021) lalu melarang sebagian besar cryptocurrency swasta saat memperkenalkan regulasi baru mengenai mata uang virtual yang diajukan ke parlemen pada musim dingin ini.
Sesi yang dimulai akhir bulan ini hanya akan mengizinkan cryptocurrency tertentu. Dengan catatan untuk mempromosikan teknologi yang mendasari dan penggunaannya.
Aturan itu bernama Cryptocurrency and Regulation of Official Digital Currency Bill 2021 yang juga menyoroti pembuatan uang digital buatan dalam negeri.
Dengan regulasi baru tersebut, India ingin membuat kerangka kerja untuk mata uang digital resmi yang akan dikeluarkan oleh Reserve Bank of India, dikutip Reuters, Rabu (24/11/2021).
Reuters melaporkan bank sentral India menyuarakan keprihatinan serius akan kripto swasta itu. Serta juga berencana meluncurkan mata yang digitalnya sendiri pada Desember mendatang.
Tidak ada data resmi mengenai industri kripto di India. Namun diperkirakan ada 15 juta hingga 20 juta investor kripto negara tersebut, serta total kepemilikan kripto sekitar 400 miliar rupee (Rp 76,6 triliun).
Pada awal November, pemerintah India mempertimbangkan tindakan hukum pada aktivitas aset kripto. Ini dimulai dari kepemilikan, penerbitan, penambangan, perdagangan dan pemindahan aset. Namun rancangan undang-undang tidak diperkenalkan.
Sejak saat itu, pemerintah mengubah pendiriannya. Menurut dua sumber yang dilaporkan Reuters, India mencoba mencegah perdagangan mata uang kripto dengan melakukan keuntungan modal besar serta pajak lainnya.
Seorang sumber mengatakan rencana melarang aset kripto swasta akhirnya membuka jalan untuk uang digital sendiri atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
Sumber lainnya kepada Reuters menyebut Perdana Menteri Narendra Modi memimpin pertemuan yang membahas masa depan cryptocurrency. Ini dilakukan saat banyak yang khawatir pasar kripto yang tidak diatur bisa jadi jalan untuk kejahatan seperti pencucian uang dan pendanaan teror.
Sementara di China, pemerintah setempat seakan sudah serius untuk mematikan aktivitas yang berkaitan dengan cryptocurrency. Berbagai aksi keras pun dilakukan pemerintah Negeri Matahari Terbit untuk memberantas industri kripto.
Manuver terbarunya adalah membekukan sejumlah outlet berita yang berfokus pada pemberitaan soal uang kripto seperti Bitcoin dan Ethereum.
Chainnews mengatakan pada Senin (15/11/2021) pekan lalu, situs webnya akan menangguhkan layanan dalam delapan hingga 10 jam. Alasannya untuk peningkatan pemeliharaan.
Namun dilaporkan South China Morning Post beberapa hari setelahnya, situs itu masih tidak aktif dari dalam maupun luar China, dikutip Selasa (23/11/2021).
Nasib serupa dialami juga oleh Odaily. Situs itu menginformasikan mengenai cryptocurrency dan token yang dilaporkan telah offline selama beberapa hari.
Sebelumnya pada Juni lalu, akses ke sejumlah akun yang berkaitan dengan cryptocurrency diblokir. Bahkan pemerintah China melabeli tiap akun itu 'melanggar hukum dan aturan'.
Langkah lainnya, mematikan semua aktivitas penambangan Bitcoin dan sejenisnya. Juru Bicara National Development and Reform Commission (NDRC) Meng Wei mengatakan pihaknya akan meluncurkan tindakan keras "skala penuh" pada penambangan cryptocurrency dengan berfokus pada penambangan komersial dan peran perusahaan milik negara dalam industri.
Meng Wei menyebut penambangan uang kripto sebagai aktivitas "memakan banyak energi" dan memproduksi banyak emisi karbon". Praktik ini mengancam rencana China untuk mengurangi emisi karbon.
Meng Wei juga menyebut produksi dan perdagangan kripto menghasilkan "risiko yang besar" dan menyebut industri kripto sebagai "buta dan tak teratur", seperti dikutip dari CNNInternational.
Sebagai bagian tindakan tegas, NDRC bakal menaikkan tarif listrik untuk institusi mana pun yang ditemukan menyalahgunakan akses ke listrik bersubsidi untuk berpartisipasi dalam penambangan kripto.
China diketahui memberikan subsidi tarif listrik pada sekolah, pusat komunitas atau lembaga kesejahteraan masyarakat lainnya.
Tahun ini, China memang mengambil tindakan tegas pada cryptocurrency. Pada Mei lalu, China melarang lembaga keuangan dan fintech memfasilitasi transaksi cryptocurrency apapun.
Bank Sentral China pun mengancam akan memberikan sanksi tegas bagi platform penukaran kripto yang memafasilitas transaksi warga China. Bank Sentral China menyebut kegiatan itu ilegal.
Selain mengancam rencana pemerintah mengurangi emisi karbon, China menganggap cryptocurrency mengandung risiko keuangan besar dan sebagai cara warga menghindari kontrol pemerintah yang ketat atas modal.
Pembatasan mata uang terdesentralisasi seperti bitcoin juga muncul saat pemerintah meluncurkan versi digital yuan, yang akan memungkinkan bank sentral China melakukan kontrol lebih besar atas aliran dan pertukaran uang.
[Gambas:Video CNBC]
(chd/chd) Baca Or Read Again https://www.cnbcindonesia.com/market/20211126130152-17-294670/china-india-jadi-penentang-keras-bitcoin-cs-kenapa
Bagikan Berita Ini
0 Response to "China & India Jadi Penentang Keras Bitcoin cs, Kenapa? - CNBC Indonesia"
Posting Komentar