Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan investasi VanEck baru-baru ini mengeluarkan prediksinya untuk kripto terbesar di dunia, Bitcoin pada 2023. Menurut VanEck, Bitcoin akan menguji level USD 10.000 (Rp 155,9 juta) hingga USD 12.000 (Rp 187,1 juta).
Kepala penelitian aset digital di VanEck, Matthew Sigel mengatakan, gelombang kebangkrutan penambang dapat membuat bitcoin di bawah tekanan pada kuartal pertama 2023.
"Bitcoin akan menguji USD 10.000 hingga USD 12.000 di Q1 di tengah gelombang kebangkrutan penambang, yang akan menandai titik terendah musim dingin kripto," kata Sigel dikutip dari CoinDesk, Sabtu (17/12/2022).
Sigel menambahkan, profitabilitas penambang terkait erat dengan harga bitcoin, mengingat mereka menerima cryptocurrency sebagai hadiah untuk memecahkan teka-teki matematika yang rumit untuk memverifikasi transaksi di blockchain. Imbalan yang diterima seringkali dicairkan untuk mendanai biaya operasional.
Jadi, ketika harga jatuh, seperti yang terjadi tahun ini sebesar 61 persen, itu mengarah pada kapitulasi penambang situasi di mana penambang yang lemah keluar dari pasar, menjual cadangan mereka dan menyebabkan harga turun lebih jauh. Dalam skenario terburuk, kapitulasi dapat menyebabkan spiral kematian.
Penambang telah kehabisan simpanan koin mereka untuk mengatasi kondisi pasar yang merugikan. Data yang dilacak oleh perusahaan analitik blockchain Glassnode menunjukkan saldo yang disimpan di dompet penambang telah menurun lebih dari 25.000 BTC (USD 444 juta) sejak Juli, mencapai level terendah 14 bulan sebesar 1,818 juta BTC.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Nilai Bitcoin kembali mencetak sejara rekor baru. Bitcoin sempat menyebtuh level Rp 965 juta per keping, itu merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai sejak pertama kali diluncurkan.
Tren Penurunan Harga Bakal Berlanjut
“Tren ini bisa berlanjut karena sebagian besar perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mengalami kas sekarat,” ujar Sigel.
Penurunan ke USD 12.000 berarti penarikan 82 persen dari rekor tertinggi USD 69.000 yang tercatat pada November 2021. Dua bear market sebelumnya kehabisan tenaga dengan penarikan sekitar 85 persen dari rekor tertinggi saat itu.
Sigel mengharapkan bitcoin untuk bangkit kembali ke USD 30.000 pada paruh kedua 2023.
"Inflasi yang lebih rendah, meredakan kekhawatiran energi, kemungkinan gencatan senjata di Ukraina, dan perputaran pasokan M2 akan menggerakkan dimulainya pasar bullish baru," pungkas Sigel.
Senator AS Tegaskan Bitcoin Adalah Komoditas Bukan Mata Uang
Sebelumnya, Senator AS John Boozman mengungkapkan, meskipun disebut mata uang kripto, Bitcoin tetap dianggap sebuah komoditas bukan mata uang. Dia menekankan, pertukaran di mana komoditas diperdagangkan, termasuk bitcoin, harus diatur oleh Commodity Futures Trading Commission (CFTC).
“Bitcoin, meskipun mata uang kripto, itu tetap adalah komoditas. Ini adalah komoditas di mata pengadilan federal dan pendapat ketua Securities and Exchange Commission (SEC). Tidak ada perselisihan tentang ini,” kata Boozman dalam sebuah sidang, dikutip dari Bitcoin.com, Selasa (6/12/2022).
Menyebut keruntuhan FTX mengejutkan, sang senator berkata laporan publik menunjukkan kurangnya manajemen risiko, konflik kepentingan, dan penyalahgunaan dana pelanggan.
Senator Boozman melanjutkan untuk berbicara tentang regulasi kripto dan memberdayakan Commodity Futures Trading Commission (CFTC) sebagai pengatur utama pasar spot kripto.
“CFTC secara konsisten menunjukkan kesediaannya untuk melindungi konsumen melalui tindakan penegakan hukum terhadap aktor jahat,” lanjut Senator Boozman.
Boozman yakin CFTC adalah agensi yang tepat untuk peran regulasi yang diperluas di pasar spot komoditas digital.
Pada Agustus 2022, Boozman dan beberapa senator memperkenalkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Komoditas Digital (DCCPA) untuk memberdayakan CFTC dengan yurisdiksi eksklusif atas pasar spot komoditas digital.
Dua RUU lainnya telah diperkenalkan di Kongres tahun ini untuk menjadikan regulator derivatif sebagai pengawas utama untuk sektor kripto.
Sementara bitcoin adalah komoditas, Ketua SEC Gary Gensler berulang kali mengatakan sebagian besar token kripto lainnya adalah sekuritas.
Bank Sentral Eropa Sebut Bitcoin Makin Tak Relevan
Sebelumnya, Bank Sentral Eropa (ECB) kembali memberikan kritik keras kepada Bitcoin. Kali ini ECB mengatakan mata uang kripto berada di "jalan menuju ketidak relevanan".
Dalam sebuah blogpost berjudul “Bitcoin's last stand,” Direktur Jenderal ECB Ulrich Bindseil dan analis Jurgen Schaff mengatakan, bagi para pendukung bitcoin, stabilisasi harga yang terlihat minggu ini menandakan nafas menuju ke harga tertinggi terbaru.
Namun, menurut ECB ini adalah napas terakhir yang diinduksi secara artifisial sebelum jalan menuju ketidakrelevanan dan ini sudah dapat diperkirakan sebelum FTX bangkrut dan mengirim harga bitcoin jauh di bawah USD 16.000.
Bindseil dan Schaff mengatakan bitcoin tidak sesuai dengan bentuk investasi dan juga tidak cocok sebagai alat pembayaran.
“Desain konseptual dan kekurangan teknologi Bitcoin membuatnya dipertanyakan sebagai alat pembayaran: transaksi Bitcoin nyata tidak praktis, lambat, dan mahal. Bitcoin tidak pernah digunakan secara signifikan untuk transaksi dunia nyata yang sah,” tulis mereka dikutip dari CNBC, Senin (5/12/2022).
Bindseil dan Schaff mengatakan penting untuk tidak salah mengartikan peraturan sebagai tanda persetujuan.
Mereka juga menyampaikan kekhawatiran tentang kredensial lingkungan bitcoin yang buruk. Dasar-dasar teknis cryptocurrency sedemikian rupa sehingga membutuhkan daya komputasi yang sangat besar untuk memverifikasi dan menyetujui transaksi baru.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Perusahaan investasi Ini Prediksi Harga Bitcoin Sentuh Rp 155,8 Juta pada Awal 2023 - Liputan6.com"
Posting Komentar