Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar kripto hingga kini masih belum sepenuhnya pulih seperti pada tahun 2021, karena tren investasi kripto cenderung meredup sejak banyaknya kasus yang membuat jatuh.
Meski pada perdagangan Jumat (13/1/2023) hari ini pergerakan cenderung cerah, tetapi masih cukup jauh untuk menggapai posisi psikologis pada awal tahun 2022.
Di Bitcoin saja, yang merupakan kripto terbesar di dunia, pada hari ini berhasil rebound ke level psikologis US$ 18.000, setelah bertahan cukup lama di level psikologis US$ 16.000, yakni sepanjang Desember 2022.
Meski sudah menguat, tetapi Bitcoin hingga kini belum mampu kembali ke level psikologis US$ 20.000.
Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum, koin digital (token) terbesar kedua juga mulai pulih, meski masih cukup jauh untuk menggapai level psikologis US$ 2.000.
Sepanjang Desember 2022, Ethereum bertahan di kisaran level US$ 1.200. Adapun Ethereum menyentuh level psikologis US$ 2.000 terakhir di Mei 2022.
Pada tahun 2022, bisa dikatakan merupakan periode pembalikan arah bagi kripto setelah pada tahun 2021 menjadi tahun yang paling baik bagi aset digital tersebut.
Di tahun 2021, Bitcoin dan Ethereum untuk pertama kalinya mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarahnya dua kali hanya dalam setahun saja, yakni pada Mei 2021 dan November 2021.
Namun memasuki tahun 2022, pergerakan Bitcoin, Ethereum, dan kripto lainnya mulai lesu setelah bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) mengindikasikan bahwa mereka akan mengubah kebijakan easy money menjadi hard money.
The Fed yang sebelumnya sempat bersikap dovish selama pandemi Covid-19 berlangsung, pada tahun 2022 mulai bersikap hawkish. Hal ini sebagai niat The Fed untuk memerangi inflasi yang mulai meninggi di 2022.
Pada awal tahun 2022, kripto sejatinya sudah membentuk tren bearish, meski saat itu koreksinya masih belum terlalu parah.
Kemudian pada Februari 2022, terjadilah konflik antara Rusia-Ukraina yang membuat kripto semakin memburuk, karena aset kripto cenderung mudah terpengaruh dengan kondisi global.
Pada 20 Februari 2022, menjadi titik awal panasnya kedua negara tersebut. Alasannya yakni Rusia tidak terima jika Ukraina bergabung dengan NATO.
Alhasil, kripto semakin merana dengan panasnya situasi di Rusia-Ukraina.
Dengan makin merananya kripto, banyak orang yang mulai khawatir bahwa eksistensi kripto mulai redup. Mereka mulai melakukan aksi pelepasan kripto sebagai bentuk kekhawatiran dari makin panasnya geopolitik Rusia-Ukraina saat itu.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada Mei lalu, aksi lepas investor kripto pun mulai memakan korban, di mana salah satu developer kripto yakni Terraform Labs dihadapkan dengan kondisi yang sulit, di mana dua koin digital (token) besutannya yakni TerraUSD (UST) dan Terra Luna (LUNA) secara bersamaan ambruk dari level tertingginya menjadi level terendah sepanjang masanya.
Alhasil, kejatuhan UST dan LUNA pun membuat aset kripto semakin merana dan disinilah 'kehancuran' kripto dimulai.
Setelah kejatuhan LUNA dan UST, banyak perusahaan kripto yang mulai terdampak, terutama perusahaan yang memiliki eksposur kedua token tersebut.
Sekitar satu bulan setelah kejadian LUNA dan UST, mulai ada kejadian di mana beberapa perusahaan kripto besar dilanda krisis keuangan yang menyebabkan perusahaan tersebut terancam bangkrut.
Adapun perusahaan tersebut yakni Celsius Networks dan Three Arrows Capital (3AC). Keduanya merupakan perusahaan kripto dengan jenis usaha yang berbeda, tetapi juga melayani usaha yang sama yakni peminjaman kripto.
Celsius merupakan perusahaan crypto landing yang berbasis di New Jersey, Amerika Serikat (AS). Celsius membuat heboh dunia kripto setelah pihaknya membekukan penarikan dan transfer antar akun investor dengan alasan untuk menstabilkan likuiditas.
Sedangkan 3AC (Three Arrows Capital) merupakan salah satu perusahaan dana lindung nilai kripto (crypto hedge fund) terbesar di dunia. 3AC bermarkas di Singapura.
Krisis yang menimpa Celsius dan 3AC membuat banyak perusahaan kripto ikut terdampak krisis tersebut, seperti Voyager Digital, BlockFi, FTX, dan lain-lainnya.
Beberapa hari setelah Celsius dan 3AC mengalami krisis likuiditas, akhirnya keduanya resmi mengajukan kebangkrutan Chapter 11 di AS.
Kemudian, beberapa bulan setelah kejadian Celsius dan 3AC, cobaan di kripto belum berakhir, pada awal hingga pertengahan November 2022, bursa kripto terbesar kedua di dunia yakni FTX pun tak luput dari krisis keuangan.
Awal mula krisis likuiditas yang membuat heboh dikalangan investor adalah berasal dari situs berita kripto, CoinDesk pada 2 November lalu melaporkan adanya kebocoran balance sheet Alameda Research, perusahaan afiliasi FTX yang sangat bergantung pada token utilitas FTX, yakni FTX Token (FTT).
Alameda tidak hanya memiliki banyak FTT di neraca, tetapi juga telah menggunakan FTT sebagai jaminan pinjaman. Namun, manajemen FTX menyangkal hal ini.
Alhasil, krisis FTX ini membuat bursa kripto terbesar kedua di dunia tersebut pun akhirnya terancam bangkrut, di mana manajemen FTX pun telah mengajukan Kebangkrutan Chapter 11 pada Desember 2022.
Baca Or Read Again https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMicmh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL3RlY2gvMjAyMzAxMTMxMzAzNDctMzctNDA1MjYxL3JhbWFpLWJhbmRhci1ueW9sb25nLWtyaXB0by1uYXNhYmFoLWtvay1nYW1wYW5nLWJhbmdldNIBdmh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL3RlY2gvMjAyMzAxMTMxMzAzNDctMzctNDA1MjYxL3JhbWFpLWJhbmRhci1ueW9sb25nLWtyaXB0by1uYXNhYmFoLWtvay1nYW1wYW5nLWJhbmdldC9hbXA?oc=5Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ramai Bandar 'Nyolong' Kripto Nasabah, Kok Gampang Banget? - CNBC Indonesia"
Posting Komentar