Trader dan penambang Bitcoin hidup di kamar yang berbeda, kendati masih dalam satu rumah serupa. Trader relatif melaju dalam gejolak beli dan jual Bitcoin, sementara penambang Bitcoin relatif lebih banyak menjual hasil tambang Bitcoin-nya agar dapat terus beroperasi. Ketika Halving pada Mei 2020 nanti hingga 4 tahun berikutnya, imbalan berkurang menjadi 6,25 BTC per block, bagaimana nasib para penambang Bitcoin?
Per 13 April 2020 siang, Bitcoin Halving diperkirakan akan jatuh pada 12 Mei 2020 pukul 23:25 UTC. Kelak imbalan kepada para penambang Bitcoin akan berkurang separuh dari 12,5 BTC menjadi 6,25 BTC per block.
Ini pula yang mengurangi pasokan Bitcoin ke dalam pasar. Bitcoin pun lebih langka 50 persen daripada sebelumnya dan inflasi tahunan berkurang menjadi 1,80 persen.
Namun, para penambang mungkin harus menghadapi badai yang sempurna tatkala Halving, sebagaimana yang pernah dihadapi pada dua Halving sebelumnya. Mereka harus menyeimbangkan antara biaya operasional dengan harga Bitcoin di pasar.
Jika harga Bitcoin naik secara signifikan (didorong permintaan/daya beli besar), maka tidak akan masalah, karena penambang akan menerima lebih sedikit Bitcoin (6,25 BTC), tetapi akan dapat menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Masalahnya adalah, nasib penambang jika harga Bitcoin malah turun?
Mari kita asumsikan bahwa hari ini adalah Halving dan harga Bitcoin di pasar rata-rata sekitar US$6.800. Dalam situasi itu, penambang akan menghadapi skenario yang sama seperti ketika harga jatuh pada 12-13 Maret 2020. Ini akan menjadi masalah bagi penambang yang masih bergantung pada alat tambang generasi lama seperti Antminer S9 (12-14 TH/detik).
Penambang yang masih menggunakan Antminer S9 dengan biaya listrik serendah-rendahnya US$0,03- US$0,05 per kilowatt jam, agar terus mencetak laba, harga Bitcoin harus berada di kisaran US$7.600-13.000. Itu pun dengan asumsi mining difficulty tidak banyak berubah.
Artinya, dengan mempertimbangkan biaya lainnya, termasuk biaya listrik di luar Tiongkok yang mungkin lebih mahal, maka perhitungan balik modal akan lebih tinggi pula. Ini yang mengundang risiko para penambang menjual cadangan Bitcoin-nya, alih-alih menyimpannya (hold). Jika itu terjadi, maka harga Bitcoin akan terus tertekan.
Dalam skenario itu, Bitcoin Halving berpotensi memaksa sebagian penambang yang masih menggunakan Antminer S9 atau alat tambang generasi lawas lainnya keluar dari jaringan alias “tutup warung”. Syukur-syukur, kendati tutup warung mereka tak menjual sebagian besar Bitcoin-nya.
Menurut Blockware Solutions, Antminer S9 saat ini menguasai sekitar 30 persen total hash rate Bitcoin. Sebagian besar dari itu digunakan oleh penambang dengan biaya listrik di atas US$0,03 per kilowatt jam.
Dengan kata lain, ketika penambang yang menggunakan alat tambang lawas tutup warung, maka mining difficulty akan menurun. Pada gilirannya, penambang dengan alat tambang yang lebih mumpuni akan tetap bertahan dan mendapatkan Bitcoin yang lebih banyak kendati lebih sedikit daripada sebelumnya. Ini diibaratkan satu kue yang ukurannya semakin kecil, tapi jumlah orang yang ingin memakannya berkurang.
“Penurunan mining difficulty setelah Halving sepenuhnya ditentukan pada profil laba penambang, yang dipengaruhi oleh harga Bitcoin. Jika Bitcoin di bawah US$9.000, maka profil laba penambang memburuk. Jika, Bitcoin tetap US$7.200, maka banyak penambang harus gulung tikar. Jika beberapa minggu setelah Halving harga Bitcoin tetap di bawah US$9.000, maka kemungkinan besar sekitar 27–35 persen penambang akan mundur,” kata Matt D’Souza, CEO Blockware Solutions.
Lalu, bagaimana dengan penambang dengan alat tambang generasi baru? Mengingat bahwa Antminer S17 (56 TH/detik) mampu menambang 300 persen lebih cepat daripada Antminer S9, walaupun konsumsi listrik naik 50 persen dan tarif listrik US$0,03-0,05 per kilowatt jam, maka kisaran biaya balik modalnya sekitar US$3.000-5.000.
Ini bermakna, bahwa tambang Bitcoin yang konsumsi listriknya lebih tinggi bisa terus bertahan, walaupun harga Bitcoin tetap sama dan mining difficulty menurun, karena mereka menggunakan alat tambang generasi terbaru.
Chris Bendiksen, Kepala Penelitian CoinShares menegaskan, bahwa ketika harga Bitcoin jatuh drastis pada 12-13 Maret 2020 dan hash rate Bitcoin pun ikut luruh, itu sesungguhnya adalah momen “uji coba” Halving 2020.
“Maka, setelah Halving dan kemungkinan volatilitas harga selama beberapa bulan, penambangan akan tetap berada di posisi yang jauh lebih kuat dengan biaya yang lebih rendah,” katanya.
Di atas itu semua, kita terus berharap para penambang memiliki rasa percaya yang lebih tinggi ketika Halving nanti. Hanya penambang berjiwa besar, berani menempuh risiko dan bervisi jangka panjanglah yang mampu bertahan, hingga ketika harga Bitcoin benar-benar naik (yang ditentukan oleh permintaan/daya beli yang juga lebih besar). [Cointelegraph/red]
Ikuti media sosial kami
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menakar Nasib Penambang Bitcoin Tatkala Halving - Blockchain Media Indonesia"
Posting Komentar