Search

Ribuan Triliun Lenyap, Harga Bitcoin di Bawah US$ 50.000 - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bitcoin, ethereum dan kripto berkapitalisasi pasar besar (big cap) lainnya terpantau masih diperdagangkan cenderung melemah pada Senin (6/12/2021) pagi waktu Indonesia, meskipun beberapa kripto mulai kembali menguat tipis-tipis.

Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:05 WIB, secara mayoritas, 

Bitcoin kembali melemah 0,44% ke level harga US$ 48.896,22/koin atau setara dengan Rp 704.105.568/koin (asumsi kurs hari ini Rp 14.400/US$), binance coin terkoreksi 2,72% ke level US$ 545,01/koin atau Rp 7.848.144/koin, dan cardano melemah 1,73% ke US$ 1,36/koin (Rp 19.584/koin).


Sedangkan koin digital alternatif (altcoin) terbesar yakni ethereum berhasil menguat 0,96% ke level harga US$ 4.148,61/koin atau Rp 59.739.984/koin pada pagi hari ini.

Hanya saja, koin digital (token) XRP, polkadot, bahkan dogecoin yang kini tergeser oleh token terra (LUNA) masih terkoreksi cukup signifikan pada pagi hari ini.

XRP ambruk 4,11% ke US$ 0,7975/koin (Rp 11.484/koin), polkadot ambles 5,74% ke US$ 27,15/koin (Rp 390.960/koin), dan terra anjlok 9,47% ke US$ 65,15/koin (Rp 938.160/koin).

Berikut pergerakan 10 kripto besar berdasarkan kapitalisasi pasarnya pada hari ini.

Kripto

Forbes melaporkan, akibat kemerosotan tersebut, kapitalisasi pasar kripto menguap sekitar US$ 300 miliar atau lebih dari Rp 4.300 triliun (kurs Rp 14.400/US$) hanya dalam tempo dua hari saja. Banyak yang memprediksi kebijakan The Fed tersebut akan membuat Bitcoin dan aset kripto lainnya rontok hingga tahun depan.

Salah satu investor ternama, Louis Navellier, mengatakan The Fed sedang melakukan tapering. Hal tersebut akan memicu koreksi di aset berisiko dan Bitcoin termasuk di dalamnya.

"Semakin cepat The Fed melakukan tapering, maka kita akan melihat volatilitas yang tinggi di pasar saham dan obligasi, dan tentu saja bitcoin," kata Navellier, sebagaimana diwartakan Business Insider yang dikutip Minggu (5/12/2021).

Hal senada juga dikatakan Mike Novogratz, triliuner investor kripto dan CEO Galaxy Digital. Ia mengatakan kebijakan The Fed bisa membuat pasar kripto runtuh di 2022.

"Orang-orang kini menjadi bearish terhadap bitcoin dan mata uang kripto lainnya setelah penguatan tajam. Dalam satu tahun terakhir, bitcoin melesat nyaris 200%, ethereum 600% belum lagi yang lainnya juga naik ratusan persen," kata Novogratz.

Bitcoin berhasil rebound tipis pada Minggu (5/12/2021), tetapi masih di bawah kisaran level US$ 50.000. Volatilitas bitcoin pun masih terbilang tinggi pada akhir pekan lalu yang membuat bitcoin jatuh lebih dari 17% hanya dalam 24 jam.

Bitcoin dan kripto big cap lainnya sempat ambruk hingga belasan persen pada Jumat (3/12/2021) pekan lalu. Forbes melaporkan, akibat kemerosotan tersebut, kapitalisasi pasar kripto menguap sekitar US$ 300 miliar atau lebih dari Rp 4.300 triliun (kurs Rp 14.400/US$), hanya dalam tempo dua hari saja.

Namun pada pagi hari ini, beberapa kripto big cap mulai kembali menguat meskipun penguatannya juga cenderung tipis-tipis.

Ambruknya pasar kripto terjadi karena investor kripto merespons negatif dari rencana dipercepatnya program pengurangan pembelian obligasi atau tapering oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed).

Salah satu investor ternama, Louis Navellier pun mengatakan bahwa The Fed saat ini sedang melakukan tapering. Hal tersebut akan memicu koreksi di aset berisiko dan Bitcoin termasuk di dalamnya.

"Semakin cepat The Fed melakukan tapering, maka kita akan melihat volatilitas yang tinggi di pasar saham dan obligasi, dan tentu saja bitcoin," kata Navellier, sebagaimana diwartakan Business Insider yang dikutip Minggu (5/12/2021).

Selain dari rencana dipercepatnya tapering, sentimen dari penyebaran virus corona (Covid-19) varian Omicron juga mempengaruhi pergerakan pasar kripto pada akhir pekan lalu.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sendiri sudah memberikan wanti-wanti agar setiap negara mulai bersiap.

Khawatirnya akan adanya pembatasan wilayah (lockdown) besar-besaran sempat mewarnai sentimen investor. Alhasil, investor-pun mulai membuang aset-aset berisiko seperti saham dan kripto.

Melihat usia yang masih muda, pergerakannya yang cenderung jauh lebih volatil hingga pandangan skeptis dari regulator juga membuat aset digital cryptocurrency ikut dilego para investor yang membuat harganya jatuh.

Selain karena sentimen global yang sedang tak mendukung, banyak analis yang menilai penurunan harga bitcoin juga disebabkan oleh aksi jual para trader di pasar derivatif. Hal ini diungkapkan oleh J.C. Parets dari All Star Charts dan Will Clemente dari Blockware Solutions.

Selain persoalan inflasi, aset kripto juga dinilai memiliki utilitas yang lebih banyak dibanding emas, terutama jika melihat perkembangan teknologi digital seperti adanya blockchain.

Namun yang patut diwaspadai oleh investor adalah, saat ini harga bitcoin sudah drop hampir 30% dari level all time high-nya awal November lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]

(chd/chd)

Adblock test (Why?)

Baca Or Read Again https://www.cnbcindonesia.com/market/20211206093411-17-296851/ribuan-triliun-lenyap-harga-bitcoin-di-bawah-us--50000

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ribuan Triliun Lenyap, Harga Bitcoin di Bawah US$ 50.000 - CNBC Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.