Badan pengawas pasar modal Amerika Serikat, yakni Securities and Exchange Commisions (SEC), pada awal Januari 2024 menyetujui pencatatan perdagangan spot untuk exchange-traded funds atau ETF Bitcoin. Ini adalah langkah yang kemungkinan akan mempercepat aliran dana dari Asia Tenggara ke dalam mata uang crypto.
Berbeda dengan bursa crypto terpusat yang memungkinkan para investor membeli mata uang crypto secara langsung, ETF memungkinkan mereka berinvestasi pada pengelola dana yang memegang aset-aset ini tanpa harus membelinya secara langsung. Tanggung jawab keamanan berada pada pengelola dana tersebut.
Siapa pun yang ingin membeli ETF Bitcoin sekarang untuk meningkatkan portofolio investasinya perlu bersabar. Persetujuan SEC muncul setelah pengadilan federal AS memutuskan pada Agustus 2023 bahwa SEC gagal menjelaskan secara memadai alasannya melarang pencatatan dan perdagangan ETF Bitcoin.
Kok Kee Chong, CEO AsiaNext, bursa crypto yang berasal dari Singapura dan hanya melayani investor institusional, memperkirakan butuh waktu enam bulan agar skema investasi ini mendapatkan adopsi secara luas.
“Crypto itu berbeda. Tidak seperti saham,” katanya kepada Tech in Asia. “Crypto sangat beragam dan sudah banyak diperdagangkan di ekosistem aslinya.”
Pada Jumat (12/1/24), Bitcoin diperdagangkan di US$46.000 (Rp728,34 juta), hanya sekitar US$2.000 (Rp31,63 juta) di atas harga yang telah diperdagangkan sejak Desember. Angka ini masih jauh lebih tinggi dari harga US$26.000 (Rp411,19 juta) saat Bitcoin diperdagangkan pada Agustus, saat keputusan pengadilan diumumkan.
Namun, Chong memperkirakan bahwa setelah enam bulan, Bitcoin bisa naik menjadi US$70.000 (Rp1,1 miliar), di atas harga tertinggi sepanjang masa sebesar US$67.617 (Rp1,07 miliar) pada November 2021. Menurutnya, minat dari investor institusional, termasuk dana ekuitas swasta dan terutama klien keluarga, akan mendorong token ini semakin tinggi.
Chong mengacu pada survei UBS dua tahun lalu, yang menunjukkan bagaimana para klien tertarik untuk mengalokasikan hingga 3 persen dari portofolio mereka ke aset alternatif seperti crypto.
“Tiga hingga empat persen dari aset yang dikelola oleh institusi sangat signifikan. Itu saja akan mendorong volume perdagangan,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa investor yang pernah berbicara dengannya “sangat tertarik” untuk berinvestasi di ETF, serta telah menunggu cara yang lebih sederhana dan aman untuk masuk ke pasar crypto.
Harus berurusan dengan dompet dan kustodian, koneksi ke bank tradisional yang minim, serta kemungkinan diretas, semua itu membuat banyak calon investor, terutama manajer investasi yang menangani uang orang lain, merasa tidak tertarik, kata Chong.
Namun, alasan utama private equity kini akan bergabung dengan pasar crypto, menurut Chong, adalah karena “keberadaan orang dewasa yang terikat dengan regulasi [akan] mengawasi dan menjaga kepentingan investor.” Menurut SEC, ETF Bitcoin “akan diwajibkan untuk memberikan pengungkapan penuh, adil, dan jujur tentang produk-produk tersebut.”
ETF mungkin tidak membuat perbedaan
Baca Or Read Again https://news.google.com/rss/articles/CBMiWWh0dHBzOi8vaWQudGVjaGluYXNpYS5jb20vZXRmLWJpdGNvaW4tYWxpcmFuLWRhbmEtYXNpYS10ZW5nZ2FyYT9yZWZlcnJlcj1mZWF0dXJlZC1zdWJleC0x0gEA?oc=5
Bagikan Berita Ini
0 Response to "ETF Bitcoin disetujui regulator di AS, bakal picu aliran dana dari Asia Tenggara? - Tech in Asia Indonesia"
Posting Komentar