Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) telah merilis data inflasi yang terpantau mendingin. Hal ini menjadi sentimen positif bagi harga bitcoin.
Kemarin (15/5/2024), U.S. Bureau of Labor Statistics mengumumkan data inflasi konsumen AS tercatat 3,4% secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2024. Tingkat kenaikan harga konsumen AS setara dengan perkiraan konsensus Trading Economics sebesar 3,4%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding periode Maret 2024 sebesar 3,5%.
Secara bulanan, inflasi AS ada di angka 0,3% pada April 2024, atau melandai dibandingkan Maret yang tercatat 0,4%.
Inflasi inti di luar harga energi dan pangan melandai ke 3,6% (yoy) pada April 2024, dari 3,8% (yoy) pada Maret 2024. Secara bulanan, inflasi inti melandai ke 0,3% pada April 2024 dari 0,4% pada Maret 2024.
Perlambatan inflasi dan stagnasi penjualan ritel menandakan perlambatan dalam permintaan domestik, yang sejalan dengan tujuan Fed untuk mencapai "soft-landing" bagi ekonomi.
Melansir Reuters, Christopher Rupkey, kepala ekonom di FWDBONDS, mengatakan bahwa data ekonomi secara kuat mendukung pemotongan suku bunga, karena ekonomi mungkin menuju kestabilan meskipun masih ada kekhawatiran tentang inflasi.
Survei CME FedWatch Tool menunjukkan terdapat potensi dua kali pemangkasan suku bunga di tahun ini dengan total 50 basis poin (bps) yang diperkirakan akan terjadi pada September dan Desember 2024.
Foto: Meeting Probabilities Sumber: CME FedWatch Tool |
Hal ini seketika mendorong harga aset berisiko seperti bitcoin hingga akhirnya melonjak dengan cukup signifikan.
Dilansir dari Refinitiv, bitcoin ditutup di angka US$65.976,72 atau naik 7,06% pada 15 Mei 2024. Bahkan di tengah perdagangan, harga bitcoin sempat menyentuh angka US$66.461.
Kemudian pada 16 Mei 2024 pukul 05:45 WIB atau satu hari setelah rilisnya data inflasi AS, bitcoin kembali menguat 0,28%.
Secara historis sejak Mei 2023, satu hari pasca inflasi AS diumumkan, harga bitcoin cenderung mengalami kenaikan.
Sembilan dari 13 kejadian atau hampir 70%, bitcoin cenderung mengalami apresiasi meskipun inflasi di atas ekspektasi pasar.
Lebih lanjut, inflasi AS yang sesuai ekspektasi dan di bawah ekspektasi pasar terjadi sebanyak tujuh kali dari 13 kejadian dan empat dari tujuh kejadian tersebut, cenderung membuat bitcoin mengalami penguatan satu hari setelah rilis data inflasi.
Pergerakan harga bitcoin tahun ini sangat erat kaitannya dengan data makroekonomi dunia khususnya data inflasi AS.
"Angka CPI yang sedikit lebih rendah dari perkiraan sedikit meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga, yang masih memberikan pengaruh kuat terhadap harga bitcoin," kata Owen Lau, analis di Oppenheimer dikutip dari CNBC International.
"Setelah ETF dan halving, katalis utama berikutnya adalah penurunan suku bunga. Bitcoin kemungkinan akan tetap berada dalam kisaran tertentu dan diperdagangkan seiring dengan data makro, sampai kita melihat jalur yang lebih jelas untuk penurunan suku bunga." tambah Lau.
Pendapat lain bahkan menyebutkan bahwa posisi bitcoin sebagai suatu aset investasi tergolong cukup unik karena baik sebagai aset risk-on maupun risk-off banyak investor memiliki pandangan jangka panjang terhadap aset kripto yang baik.
Analis 21Shares, Leena ElDeeb mengatakan bahwa kendati kebijakan bank sentral AS (The Fed) dapat menyebabkan volatilitas bitcoin dalam jangka pendek, hal tersebut tidak secara mendasar mengubah lintasan jangka panjang bitcoin.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)[Gambas:Video CNBC]
Baca Or Read Again https://news.google.com/rss/articles/CBMihAFodHRwczovL3d3dy5jbmJjaW5kb25lc2lhLmNvbS9yZXNlYXJjaC8yMDI0MDUxNjA2MzkxNS0xMjgtNTM4NTMzL2VmZWstYW1lcmlrYS1kYWhzeWF0LWhhcmdhLWJpdGNvaW4tbGFuZ3N1bmctbWVyb2tldC10ZW1idXMtdXMtNjUwMDDSAQA?oc=5
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Efek Amerika Dahsyat! Harga Bitcoin Langsung Meroket Tembus US$65.000 - CNBC Indonesia"
Posting Komentar