Bisnis.com, JAKARTA - Belakangan ini kita disuguhkan maraknya berita mengenai rencana beberapa bank sentral untuk mendigitalisasi mata uang mereka.
Pada saat yang bersamaan berita kejatuhan mata uang kripto atau cryptocurrency (Bitcoin dan yang lainnya) terus menjadi viral di mana banyak investor ‘ikut-ikutan’ menjadi ketar-ketir. Pertanyaannya adalah apakah hal ini saling berkaitan?
Central Bank Digital Currencies (CBDC) menjadi satu aspek terbaik dari ekosistem keuangan global. Bank Sentral China (PBOC) telah meluncurkan penggunaan CBDC, bahkan dengan keras menyingkirkan mata uang kripto dari perekonomian mereka.
Hal serupa terjadi pada beberapa negara yang secara tegas mengobrak-abrik kegiatan penambangan kripto dengan alasan terlalu mengkonsumsi energi dan tindakan pencurian listrik.
Tren yang terjadi adalah Bank Sentral Eropa dan beberapa bank sentral memutuskan untuk menambahkan CBDC ke dalam sistem keuangan mereka. Namun, masih banyak yang bingung antara CBDC dan cryptocurrency. Apakah CBDC sama dengan cryptocurrency (Bitcoin)?
Jawabanya tentu saja beda, karena CBDC diterbitkan oleh bank sentral dan sangat tersentralisasi, sedangkan Bitcoin terdesantralisasi. Bahkan dalam Bitcoin banyak orang datang secara aktif bergabung dalam jaringan blockchain crypto dan berperan pula sebagai penambang serta berspekulasi dalam harga.
Blockchain adalah teknologi yang beroperasi berdasarkan konsensus, transparan dan tidak berubah. Hal ini juga dikenal sebagai Digital Ledger Technology (DLT) dan terdiri dari blok individu yang dihubungkan dalam rantai ke blok berikutnya dengan hash kriptografisnya.
Adapun, jaringan blockchain publik terbuka bagi siapa saja untuk berpartisipasi, sedangkan jaringan blockchain pribadi atau konsorsium hanya untuk mereka yang diberi izin khusus.
CBDC merupakan versi digital dari mata uang fiat yang sudah ada dan didukung oleh bank sentral negara dan di-support penuh oleh pemerintah.
Dalam penerbitannya, pada awalnya CBDC diterbitkan secara paralel dengan sistem moneter tradisional yang telah ada, sehingga publik mungkin tidak akan melihat perbedaannya. Kegiatan transfer dana atau transaksi non tunai yang telah dilakukan oleh masyarakat dewasa ini akan membantu kelancaran penerapan digitalisasi mata uang tersebut.
Dengan adanya digitalisasi mata uang akan memberikan dampak pelaksanaan kebijakan ekonomi secara lebih efisien, karena dapat dengan mudah menyentuh langsung ke masyarakat tanpa melalui jaringan perbankan.
Namun demikian, mata uang digital bukannya tanpa kontroversi dan perlu mengatasi sejumlah masalah teknologi, masalah privasi, dan rintangan lainnya. Setiap CBDC akan menjadi instrumen moneter digital yang aman untuk dirinya sendiri dengan pengidentifikasi unik, sehingga tidak dapat direproduksi seperti nomor seri pada uang kertas. Teknologi yang digunakan akan berbasis blockchain.
Spesifik mengenai tentang bagaimana blockchain yang akan digunakan masih belum diketahui. Akan tetapi, yang jelas setiap unit uang yang diedarkan (keluar dari kasanah bank sentral) akan dengan mudah dilakukan verifikasi kepada data base penerbitnya.
Tentunya digitalisasi mata uang akan memberikan efisiensi sistem pembayaran pada suatu sistem ekonomi, mulai dari ditiadakannya pencetakan fisik uang hingga pada disribusinya ke berbagai daerah.
Berbeda dengan CBDC, pengguna cryptocurrency (Bitcoin) dapat menikmati anonimitas. Pengguna lain tidak dapat mengetahui siapa mereka, karena cryptocurrency hanya berlaku untuk tujuan selektif. Sedangkan pengguna CBDC harus memberikan identitasnya kepada bank yang memiliki.
Selain itu, CBDC berguna untuk pembayaran dan transaksi moneter lainnya. Tidak semua institusi dan perusahaan menerima jenis pembayaran ini. Mata uang kripto melindungi privasi bukan hanya karena anonim, tetapi juga memfasilitasi transaksi keuangan kriminal seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, korupsi, dan penghindaran pajak. Hal ini pula yang menyebabkan pemerintah di sejumlah negara membenci Bitcoin.
CBDC akan bersaing secara efektif dan berusaha untuk meniadakan mata uang kripto, sementara CBDC akan memiliki kecepatan dan kepraktisan cryptocurrency. Dalam kaitan itu Bank for International Settlements (BIS) mengumumkan dukungan penuh untuk mengembangkan CBDC untuk mengejar stabilitas keuangan dan moneter melalui kerja sama internasional dengan mandat dan dukungan bank sentral.
Penerbitan CBDC tampaknya berpacu dengan waktu. Sejalan dengan itu, banyak negara percaya memiliki CBDC berperan penting dalam mengendalikan pasar global. Demikian pula untuk Indonesia. Beberapa kali Gubernur Bank Indonesia juga menyinggung masalah ini.
Dengan memperhatikan penolakan atas Bitcoin di sejumlah negara, di samping pula bitcoin tidak bertuan (tidak didukung oleh suatu bank sentral), yang tentunya tidak memiliki dasar fundamental ekonomi yang kuat maka bisa dipahami bila perkembangan mata uang kripto (Bitcoin, dkk) menghadapi bearish trend.
Selanjutnya, bagaimana mengatasi kerugian bagi investor ‘ikut-ikutan’ tadi? Jawabannya adalah balik badan, memulai masuk pasar dengan posisi short saat harga pada resistance level tampaknya lebih aman. Atau bagi yang tidak memiliki dasar yang kuat di pasar keuangan, lebih baik tidak ikut-ikutan masuk ke pasar.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Benarkah Bitcoin dkk Bangkrut? - Bisnis.com"
Posting Komentar